Jawaban: Muttafaq 'alaih adalah sebuah istilah (sebutan, terma) dalam Ilmu Hadis yang artinya bahwa hadis dimaksud diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan oleh Imam Muslim. Artinya, hadis dimaksud kita temukan di dalam buku Sha h î h Al-Bukhari dan juga dalam Sha h î h Muslim. Dua buku itu merupakan buku kumpulan riwayat hadis paling baik.

Bismillah was shalatu was salamu ala rasulillah, amma ba’du,Pembaca yang budiman, tentu tidak diragukan lagi sebagian besar kita sudah tidak asing lagi dengan rukun Islam yang lima. Dalam kesempatan kali ini akan dibahas secara panjang-lebar mengenai hadits yang menjadi dalil dari rukun Islam tersebut. Yaitu hadits berikut,عن أبي عبد الرحمن عبد الله بن عمر بن الخطاب رضي الله عنهما قال سمعت النبي صلَّى الله عليه وسلَّم يقول بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ ، وَ إِقَامِ الصَّلَاةِ ، وَ إِيْتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَ حَجِّ الْبَيْتِ ، وَ صَوْمِ رَمَضَانَ .رواه البخاري و مسلم .Dari Abu Abdirrahman Abdullah bin Umar bin Al-Khaththab –radhiyallahu anhuma-, katanya, “Aku mendengar Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, Islam dibangun di atas lima persaksian bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, naik haji, dan puasa Ramadhan’”. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Shahabat PerawiUlasan HaditsPenjelasan 5 rukun IslamRukun pertama, persaksian “لا إله إلا الله” dan “محمد رسول الله”.Biografi Shahabat PerawiAbu Abdirrahman Abdullah bin Umar bin Al-Khaththab bin Nufail Al-Qurasyi Al-Adawi 10 SH-73 H/613-692 H. Sedangkan ibunya bernama Zainab binti Mazh’un Al-Jumahiyyah. Ibnu Umar, sapaan akrabnya, memeluk Islam saat usianya belum baligh bersamaan dengan ayahnya. Kemudian beliau berhijrah ke Madinah. Pernah beberapa kali menawarkan diri pada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam agar diizinkan mengikuti pertempuran Badar dan Uhud, namun beliau Shallallahu’alaihi Wasallam menganggapnya masih terlalu belia. Baru ketika akan diadakan pertempuran Khandaq, beliau mengabulkan permintaannya. Pada saat itu umurnya baru menginjak 15 suatu kesempatan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda HR Al-Bukhari tentang Ibnu Umar, “Sebaik-baik lelaki adalah Abdullah, seandainya ia mengerjakan shalat malam”. Sejak itu Ibnu Umar tidak pernah tidur malam kecuali Umar terkenal dengan komitmennya mengikuti jejak Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Sampai-sampai beliau selalu singgah di tempat yang pernah disinggahi Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan melakukan shalat di tempat antara sekian kisah hidup Ibnu Umar yang menggambarkan kemuliaannyan adalah sebagaimana kisah yang diriwayatkan Abdurrazzaq, Ma’mar bercerita pada kami, dari Az-Zuhri, dari Salim, katanya, “Ibnu Umar sama sekali tidak pernah memurkai pembantu kecuali sekali, namun kemudian beliau membebaskannya” Al-Ishabah fi Tamyiz Ash-Shahabah no. 4852 dan Usud Al-Ghabah fi Ma’rifah Ash-Shahabah no. 3082Oleh para ulama pakar hadits, Ibnu Umar dimasukkan dalam kategori Abadilah. Asalnya bermakna shahabat-shahabat yang bernama Abdullah yang mereka mencapai 300. Namun yang dimaksud di sini hanya 4 shahabat yang masing-masing bernama Abdullah. Adapun tiga shahabat lainnya ialah Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Amru bin Al-Ash, dan Abdullah bin Az-Zubair. Yang menjadi keistimewaan mereka adalah mereka termasuk kalangan ulama shahabat dan mereka termasuk para shahabat yang wafatnya terakhir sehingga ilmu mereka sangat dibutuhkan. Maka apabila mereka sepakat dalam satu permasalahan, akan dikatakan, “Ini menurut pendapat Abadilah.” Taisir Mushthalah Al-Hadits hlm. 245 oleh Mahmud Ath-Thahhan.Beliau juga dikenal sebagai orang kedua yang paling banyak meriwayatkan hadits, yaitu sebanyak 2630 buah hadits. Peringkat pertama diduduki Abu Hurairah sebanyak 5374 buah hadits. Manhaj Dzawi An-Nazhar oleh M. Mahfuzh bin Abdullah At-TarmasiUlasan HaditsDi antara metode mengajar yang biasa dipraktekkan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ialah membuat perumpamaan untuk sesuatu yang apstrak dengan perkara yang dapat dicerna oleh panca indra. Salah satu prakteknya terdapat dalam hadits yang tengah kita selami. Di sini beliau ﷺ mengumpamakan rukun-rukun Islam dengan pondasi bangunan yang menjadi penopang bangunan di atasnya. Muhammad bin Nashr Al-Marwazi dalam Kitab Ash-Shalah meriwayatkan hadits di atas dengan redaksi berikut, “Islam dibangun berdasarkan lima penopang…”, sebagaimana diketahui bersama, bahwa sebuah bangunan yang kokoh bermula dari pondasi kokoh yang menopang bangunan di atasnya. Semakin kokoh pondasi tersebut, bangunan pun akan semakin kokoh dan kuat pula. Sebaliknya, manakala pondasinya tidak sempurna, maka yang akan terjadi justru robohnya bangunan itu, cepat atau Islam juga bisa diumpamakan dengan akar pohon. Ketika akar sebuah pohon mengakar kuat dan dalam ke bumi, dapatlah dijamin bagaimana kokohnya pohon yang menjulang ke atas meski sangat tinggi. Berbeda ceritanya jika akarnya tidak mengakar dalam, walaupun pohonnya tidak begitu tinggi namun jika akarnya saja tidak kokoh, tentu pohon tersebut akan mudah roboh diterjang oleh 5 rukun IslamRukun pertama, persaksian “لا إله إلا الله” dan “محمد رسول الله”.Syahadat dikatakan syahadat apabila apa yang disyahadati, yaitu yang disaksikan, diyakini dalam hati dan diucapkan lisan. Jika satu saja gugur, maka tidak bisa dikatakan syahadat atau persaksian yang sah. Kalimat pertama “لا إله إلا الله” bermakna tidak ada tuhan yang berhak disembah dengan sebenar-benarnya kecuali Allah Azza wa kita bahas lebih luas syahadat “لا إله إلا الله”, alangkah baiknya jika kita sedikit menyinggung keutamaannya. Imam Ahmad dan lainnya meriwayatkan, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Ucapkanlah لا إله إلا الله’ pasti kalian bakal beruntung”. Al-Bukhari dan Muslim melaporkan dari Itban bin Malik, bahwasannya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka bagi orang yang mengucapkan لا إله إلا الله’ yang mengharapkan wajah Allah”.Ibnu Hibban, Al-Hakim, dan Al-Baihaqi melaporkan dari Abu Sa’id Al-Khudriyy –radhiyallahu anhu-, dari Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, beliau menceritakan, “Musa –alaihissalam– memohon Allah, Wahai Rabb-ku, ajarilah aku sesuatu yang dapat kugunakan mengingat dan memanjatkan doa pada-Mu’. Dia berfirman, Musa, ucapkan لا إله إلا الله’.’. Musa berkata, Wahai Rabb-ku, semua hamba-Mu mengucapkan itu’. Dia berfirman, Musa, seandainya langit yang tujuh beserta penghuninya selain Aku, dan bumi yang tujuh dalam suatu telinga timbangan dan لا إله إلا الله’ berada dalam telinga timbangan lainnya, akan lebih berat لا إله إلا الله’.’”.Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Orang yang ucapan terakhirnya لا إله إلا الله’ pasti akan masuk surga”.Disebutkan dalam Musnad Al-Imam Ahmad, bahwasannya Abu Dzarr berkata kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, “Wahai Rasulullah, beri tahu aku tentang amalan yang bakal mendekatkanku ke surga dan menjauhkanku dari neraka”.Jawab Rasululah Shallallahu’alaihi Wasallam, “Jika kamu telah berbuat buruk, kerjakanlah kebaikan, sebab ia sebanding sepuluh kebaikan”. Abu Dzarr berkata, “Wahai Rasulullah, apakah لا إله إلا الله’ termasuk kebaikan?”. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menjawab, “Bahkan sebaik-baik kebaikan”.Dari Jabir –radhiyallahu anhu-, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Dzikir yang paling baik adalah لا إله إلا الله’”.Dalam hadits Syafa’at yang diriwayatkan, antara lain oleh Al-Bukhari dan Muslim, disebutkan, “Keluarkanlah dari neraka orang yang mengucapkan لا إله إلا الله’ dan pada hatinya ada iman sebesar biji zarrah”.Tersebut dalam Al-Musnad, At-Tirmidzi, dan An-Nasa’i, dari Abdullah bin Amr bin al-Ash, katanya, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, Sesungguhnya pada hari kiamat Allah akan membebaskan seseorang di muka para makhluk. Dia menyebarkan 99 buku, satu buku sepanjang mata memandang. Kemudian Dia berfirman, “Apakah ada yang kamu ingkari? Apakah malaikat pencatat menzhalimimu?” Ia menjawab, “Tidak, Rabb-ku.” Dia berfirman, “Apa kamu punya alasan?” Ia menjawab, “Tidak, Rabb-ku.” Dia berfirman, “Bahkan kamu masih punya satu kebaikan. Pada hari ini tidak ada yang menzhalimimu.” Maka keluarlah Bithaqah Indonesia kartu yang tertera أشهد أن لا إله إلا الله و أشهد أن محمدا رسول الله’. Dia berfirman, Tengoklah timbanganmu.’ Ia menjawab, Wahai Rabb-ku, apakah Bithaqah dan catatan ini?’ Dia berfirman, Sesungguhnya kamu tidak dizhalimi.’ Maka ditaruhlah buku-buku catatan itu dalam sebuah telinga timbangan, sementara Bithaqah diletakkan di telinga timbangan lainnya. Catatan amal pun menjadi ringan sedangkan Bithaqah menjadi berat. Dan tidak ada yang lebih berat daripada nama Allah”.Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda, “Iman itu ada 70-an atau 60-an cabang. Yang paling afdhal adalah ucapan لا إله إلا الله’ dan yang paling ringan menyingkirkan gangguan dari jalan”.Kemudian keutamaan-keutamaan di atas tidak bisa diraih kecuali jika syahadat yang dipersaksikan sah dan benar. Jika tidak, tentu tidak akan membuahkan apa-apa. Untuk itu, di sini penulis mengajak siding pembaca menyelami makna syahadat tersebut seperti apa yang pernah dijelaskan para kita katakan, bahwa persaksian لا إله إلا الله’ dianggap benar jika memenuhi rukun dan syaratnya. Adapun rukunnya ada dua, yaitumenafikan segala sesuatu sesembahan yang ada di jagad raya ini, kecuali Allahmenetapkan Allah sebagai satu-satunya Dzat yang berhak diibadahi dengan pertama diwakili kalimat لا إله’ sementara rukun kedua terkandung dalam kalimat إلا الله’. Ketua ulama Jawa di Makkah Al-Mukarramah sekaligus salah satu penandatangan dokumen kesepakat ulama Makkah dan Nejed dalam masalah aqidah tauhid yang kemudian diterbitkan dengan judul Al-Bayan Al-Mufid, Muhammad Nur bin Isma’il Al-Fathani w. 1363 menjelaskan dalam Kifayah Al-Muhtadi Syarh Sullam Al-Mubtadi pada halaman ke-9, “Karena pada makna لا إله إلا الله’ itu menafikan ketuhanan daripada yang lain daripada Allah dan menetapkan ketuhanan itu bagi-Nya jua.”Berikutnya adalah syarat-syarat sah لا إله إلله’Ilmu yang menafikan ketidaktahuan. Allah berfirman QS Muhammad 19, “Ketahuilah bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah.” Dalam pada surat Az-Zukhruf ayat ke-86, Dia berfirman, “Kecuali orang yang mepersaksikan al-haq sementara mereka mengetahuinya”.Para ulama menafsirkan, orang yang bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan mereka mengetahui maknanya dalam hati terhadap apa yang ia ucapkan lisannya. Dinyatakan dalam Shahih Al-Bukhari, dari Utsman –radhiyallahu anh-, ujarnya, “Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, Siapa yang mati dalam keadaan mengetahui bahwa tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, ia pasti masuk surga’”.Artinya hendaknya orang yang mengucapkan syahadat لا إله إلا الله’ mengetahui makna tentang apa yang diucapkannya, bukan asal berucap tanpa mengetahui maksudnya. Jika hanya sekedar berucap tanpa mempedulikan maknanya, lantas apa bedanya dengan burung beo?Sedangkan makna لا إله إلا الله’ adalah seperti yang sudah disinggung di atas, yaitu tidak ada tuhan yang berhak diibadahi dengan berbagai macamnya selain daripada Allah Jalla wa Ala. Segala sesuatu yang disembah dan dipuja-puja dianggap ketuhanannya tidak benar dan makna yang benar untuk kalimat yang teramat agung itu, tidak seperti yang diartikan oleh sebagian orang-orang bodoh, Tidak ada yang memberi rizki dan menciptakan kecuali Allah’. Atau makna lain yang tersebar di tengah masyarakat namun masih kurang yang benar di atas kiranya bukan makna yang asing lagi di tengah bangsa ini. Jauh-jauh sebelumnya para ulama kita menerangkan yang demikian itu. Baru pada masa-masa berikutnya ketika kebodohan semakin nampak dan berbagai usaha-usaha pembodohan mulai dikerahkan, muncul tafsiran-tasiran tauhid yang aneh dan nyleneh, yang sebelumnya tidak pernah diketahui para Salaf nun sebutkan sebagian kecil ulama-ulama kita yang sepakat memaknai لا إله إلا الله’ seperti makna yang benar di atas. Mereka antara lain Dawud bin Abdullah Al-Fathani penulis Muniyyah Al-Mushalli, Salim bin Abdullah bin Sumair Al-Hadhrami Al-Batawi penulis Safinah An-Naja, Sayyid Ulama Hijaz Muhammad Nawawi bin Umar Al-Bantani, Imam Masjidil Haram Ahmad bin Abdul Lathif Al-Khathib Al-Minangkabawi, Pemateri di Masjidil Haram Muhammad Mahfuzh bin Abdullah At-Tarmasi, ketua ulama Jawa di Makkah Muhammad Nur bin Isma’il Al-Fathani, Ahmad bin Shiddiq Al-Lasemi penulis Tanwir Al-Hija Nazhm Safinah An-Naja, A. Hassan Bandung sang da’i dan ulama tangguh, Prof. Dr. Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Sulaiman Rasjid penulis Fiqh Islami yang terkenal yang menafikan keraguan. Allah berfirman QS Al-Hujarat 15,إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar”.Di ayat ini Allah mensyaratkan kejujuran iman mereka dengan tidak adanya keraguan sama sekali. Sedangkan orang yang ragu beriman, maka hanya orang munafik yang Allah katakan QS At-Taubah 45,إِنَّمَا يَسْتَأْذِنُكَ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَارْتَابَتْ قُلُوبُهُمْ فَهُمْ فِي رَيْبِهِمْ يَتَرَدَّدُونَ“Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keraguannya”.Dalam artian orang yang mengucapkan لا إله إلا الله’ benar-benar meyakini kebenaran apa yang ia ucapkan tanpa ada keraguan sedikit pun. Keyakinan tersebut dapat diraih dengan mudah jika pengetahuannya terhadap hakekat yang diucapkannya kuat dan yang menafikan kemusyrikan. Asal makna ikhlas adalah murni. Sedangkan ikhlas di sini berarti memurnikan segala ibadah, lahir maupun batin, hanya untuk Allah Azza wa Jalla, dan tidak mensekutukan-Nya dengan apa pun; tidak dengan para malaikat yang dekat, tidak pula dengan para rasul yang diutus. Allah berfirman QS Az-Zumar 3, “Ketahuilah, bahwa milik Allah lah agama yang murni”. Firman-Nya pula QS Al-Bayyinah 5,وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus”.Dari Utban bin Malik, seperti yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari, dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, beliau bersabda,إن الله حرم على النار من قال لا إله إلا الله يبتغي بذلك وجه الله عز و جل .“Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka untuk orang yang mengucapkan لا إله إلا الله’ dengan mengharapkan wajah Allah Azza wa Jalla”.Jujur yang lawannya dusta. Maka orang yang bersyahadat hendaknya mengucapkannya dengan berdasarkan kejujuran, bukan kedustaan. Lisannya bersesuain dengan apa yang tersimpan dalam hati. Adapun jika sekedar diucapkan melalui lisan namun hatinya tak mengiyakan, tentu jadilah ia munafik yang siksanya lebih parah daripada orang kafir Azza wa Jalla berfirman QS Al-Ankabut 1-3,الم * أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ * وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ ۖ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ“Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan, Kami telah beriman,’ sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta“.Allah Ta’ala berfirman QS Al-Baqarah 8-10, “Di antara manusia ada yang mengatakan, Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian,’ pada hal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta”.Menerima konsekuensi لا إله إلا الله’ yang lawannya menolak. Kalimat Tahuid tersebut di atas harus benar-benar diterima secara sempurna; dengan hati, lisan, serta anggota badan. Tidak jarang orang yang sudah bersyahadat, kemana-mana bawa biji tasbih, bahkan berpakaian sorban dan berjubah, namun masih suka mendatangi kuburan, tempat-tempat keramat, sedekah bumi, ngalap berkah sembarangan, dan bentuk-bentuk yang tidak mencerminkan orang yang mengenal لا إله إلا الله’ dan محمد رسول الله’. Jika ditanya motifasi yang membuat ia melakukan tindakan-tindakan itu, biasanya cukup dijawab, “Demikian orang-orang dahulu mengajari kami,” atau alasan semacamnya. Yang lebih parah banyak orang yang bila diberi tahu kekeliruannya malah beralasan dengan kemantapan dan kemareman Indonesia kepuasan hati. Padahal agama Islam adalah agama wahyu, bukan akal-akalan apalagi perasaan yang kerap keliru dan berfirman QS Shad 5 menghikayatkan ucapan orang-orang musyrik, “Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan”إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَ * وَيَقُولُونَ أَئِنَّا لَتَارِكُو آلِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَّجْنُونٍ“Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka لا إله إلا الله’ Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah mereka menyombongkan diri, dan mereka berkata, Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila?’”Cinta yang menafikan kebencian. Mencintai kalimat ini dengan segala konsekuensinya dan membenci segala sesuatu yang membatalkannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman QS Al-Baqarah 125,وَمِنَ النَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ اللَّهِ أَندَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ ۖ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِّلَّهِ“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah”.Kapan seorang hamba dikatakan cinta kepada Rabb-nya? Berikut tanda-tandanyaMendahulukan kecintaan pada apa yang menjadi kecintaan Allah, meski terkadang tidak selaras dengan nafsunya, dan membenci segala sesuatu yang menyebabkan-Nya murka. Allah berfirman QS Al-Jatsiyyah 23,أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَىٰ عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَىٰ سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَن يَهْدِيهِ مِن بَعْدِ اللَّهِ“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah membiarkannya sesat”Loyal kepada siapa saja yang loyal kepada Allah serta Rasul-Nya dan memusuhi siapa pun yang memusuhi Allah serta Rasul-Nya. Allah Azza wa Jalla berfirman,قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّىٰ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka, Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari kekafiranmu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja”.Allah juga berfirman QS Al-Mujadalah 22,لَّا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ ۚ أُولَٰئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka”.Firman-Nya QS Al-Maidah 51,۞ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَىٰ أَوْلِيَاءَ ۘ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpinmu; sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”Allah berfirman QS At-Taubah 23,يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا آبَاءَكُمْ وَإِخْوَانَكُمْ أَوْلِيَاءَ إِنِ اسْتَحَبُّوا الْكُفْرَ عَلَى الْإِيمَانِ ۚ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu jadikan bapa-bapa dan saudara-saudaramu menjadi walimu, jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka wali, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”.Allah berfirman QS Al-Mumtahanah 1,يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِم بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُم مِّنَ الْحَقِّ“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka berita-berita Muhammad, karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu”.Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,أوثق عرى الإيمان الحب في الله و الغض في الله“Tali iman yang terkokoh adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah”.Pada kesempatan lain beliau Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda, “Seseorang yang mendapatkan 3 hal pada dirinya berarti telah merasakan manisnya iman…” Salah satunya beliau menyebutkan, “Seseorang yang mencintai karena Allah”.Sayang, pada hari ini banyak orang yang mendasari kecintaan dan kebenciaannya karena urusan dunia yang sangat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan meneladaninya. Al-Hasan Al-Bashri menuturkan, “Banyak orang yang mengaku-ngaku mencintai Allah, akan tetapi kemudian Allah menguji mereka dengan firman-Nya QS Alu Imran 31-32,قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ* قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ ۖ فَإِن تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ“Katakanlah, Jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah, Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir.’”.Al-Imam Al-Bukhari meriwayatkan, bahwasannya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,كل أمتي يدخلون الجنة إلا من أبى“Seluruh umatku bakal masuk surga, kecuali yang enggan.“.Para shahabat bertanya, “Siapa yang enggan itu, wahai Rasulullah?”. Jawab beliau,من أطاعني دخل الجنة و من عصاني فقد أبى“Orang yang mematuhiku bakal masuk surga, sementara orang yang menyelisihi perintahku itulah orang yang enggan”.Tunduk terhadap apa yang menjadi hak-hak kalimat ikhlas tersebut. Tunduk dalam artian patuh dan berserah diri terhadap apa saja yang menjadi ketentuan kalimat لا إله إلا الله’. Sebab, banyak orang yang mengucapkan kalimat tauhid tersebut namun ternyata enggan mengerjakan perintah-perintah Allah dan menjauhi segala larangannya. Allah berfirman QS Az-Zumar 54, “Dan kembalilah pada Rabb-mu dan berserah dirilah kepada-Nya.” Dia berfirman pula QS Luqman 22,۞ وَمَن يُسْلِمْ وَجْهَهُ إِلَى اللَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىٰ ۗ وَإِلَى اللَّهِ عَاقِبَةُ الْأُمُورِ“Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh لا إله إلا الله. Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan”.Firman-Nya QS An-Nisa’ 125,وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِّمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ“Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan”[bersambung]—Penulis Firman Hidayat Al MawardiArtikel
HaditsTentang Niat Riwayat Imam Bukhari dan Muslim. Setiap amal perbuatan yang kita lakukan pastinya memiliki niat, artikel kali ini akan memuat Hadits Tentang Niat yang mana hadits tersebut Diriwayatkan Oleh perawi hadits yang sangat mashur yakni Imam Bukhari dan Muslim. Niat adalah sebuah pondasi yang membuat amalan yang kita kerjakan bernilai
Apakah semua hadist Bukhari atau Muslim pasti shahih? Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ada beberapa hal yang perlu dijelaskan terlebih dahulu agar tidak rancu dalam memahami duduk permasalahannya. Al-Imam Al-Bukhari adalah seorang muhaddits yang lahir tahun 810-896. Beliau banyak melakukan kritik hadits dan masterpiece beliau adalah kitab yang disebut dengan istilah Ash-Shahih. Orang biasa menyebutnya dengan shahih Bukhari. Judul lengkapnya adalah Jami’ Ash-Shahih Al-Musnad Al-Mukhtashar min Haditsi Rasulillah shallallahu alaihi wasallam wa sunanihi wa ayyamihi. Kitab yang berisi hadits secara terulang-ulang atau 4000 haditsbila tidak diulang-ulangini oleh semua ahli hadits diakui sebagai kitab yang sudah mengalami seleksi yang teramat ketat dan tidak main-main. Agar sebuah hadits bisa lolos seleksi ketat Al-Imam Bukhari dan tertulis di dalamnya, maka proses yang dialaminya menjadi sangat panjang. Misalnya, para perawi yang meriwayatkan hadits ini harus lolos seleksi yang teramat ketat. Karena Al-Bukhari menelusurinya dari ujung rambut sampai ujung kaki. Nyaris tidak ada seorang pun yang pernah berdusta yang akan dipakai hadits oleh beliau. Bahkan jangankah berdusta, sekedar berpakaian kurang sopan dan tidak selayaknya dalam pandangan masyarakat, sudah dinilai miring oleh beliau. Maka hadits-hadits yang diriwayatkan oleh orang tersebut pastilah mengalami diskualifikasi. Tidak masuk ke dalam jajaran hadits di dalam kitab beliau. Maka keshahihan semua hadits yang ada di dalam kitab As-Shahih yang disusun oleh Al-Bukhari telah menjadi ijma’ ulama sedunia. Bahkan kitab ini mendapat julukan kitab tershahih kedua setelah Al-Quran Al-Kariem. Kitab Karya Al-Bukhari Selain Ash-Shahih Namun yang jarang diketahui adalah ternyata Al-Imam Al-Bukhari punya karya hadits yang lain selain kitab Ash-Shahihnya. Di mana karya-karya itu memang memuat hadits, namun beliau sendiri tidak menjamin apakah hadits yang ada di dalam karyanya itu shahih atau tidak. Kalau beliau tidak menjamin, bukan berarti pasti tidak shahih. Tidak demikian cara kita memahaminya. Namun beliau tidak melakukan penyeleksian seperti ketika menyusun Ash-Shahih. Di antara kitab yang pernah ditulis oleh beliau adalah duakitab kecil yang diberi judul Raf’ul Yadain mengangkat kedua tangan dan Ashshalatu khalfal imam shalat di belakang imam. Kedua kitab ini cukup tipis, meski berisi hadits juga. Dan beliau tidak menjaminkan keshahihan hadits-hadits yang ada di dalamnya. Selain itu juga ada kitab Adabul Mufrad yang berisi sekitar1000-an hadits, di mana beliau pun tidak memberikan jaminan keshahihannya. Selain kitab hadits, ternyata Al-Imam Al-Bukhari juga seorang penulis sejarah. Dua kitab sejarah yang beliau susun adalah At-tarikh Al-Kabir dan At-Tarikh Ash-Shaghir. Keduanya sejak pertama kali ditulis, sama sekali tidak bicara tentang hadits nabawi. Kitab ini adalah kitab sejarah, jadi sama sekali bukan kitab hadits. Maka jangan berharap untuk mendapatkan hadits-hadits yang shahih sebagaimana yang kita dapat dari kitab Ash-Shahih. Kesimpulan Jadi semua hadits yang terdapat di dalam kitab Ash-Shahih dipastikan atau dijamin keshahihannya. Sedangkan bila tidak terdapat di dalamnya, meski pun ditulis oleh Al-Bukhari, belum tentu hadits itu shahih. Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahmad Sarwat, Lc
Kehadirankitab ini di tengah-tengah kaum muslimin sangat penting artinya, sebab kumpulan hadist yang ada di dalam kitab ini menempati urutan teratas sebagai hadist shahih karena diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim sekaligus. Dengan demikian, kita tidak perlu ragu lagi ketika akan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
RASULULLAH SAW telah berwasiat bahwa beliau meninggalkan dua hal yang apabila keduanya dijadikan pegangan, maka manusia selama hidupnya tidak akan tersesat. Dua hal itu adalah Al-Qur’an dan Hadis Nabi. Jika Quran sudah tidak diragukan lagi soal kesuciannya, bagaimana dengan hadist? Banyaknya hadis palsu yang beredar membuat para ahli hadis menyaringnya. Para ulama sepakat bahwa hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim mempunyai kadar shahih atau kebenaran yang tinggi. Hal itu dikarenakan kedua imam tersebut telah melakukan penyaringan yang sangat ketat terhadap hadis-hadis yang beredar. Hadis yang diriwatkan oleh salah satu dari kedua imam itu saja sudah diakui oleh para ulama akan kebenarannya. Apalagi hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari yang juga diriwatkan oleh Muslim, tentu tingkat kebenarannya lebih tinggi. Sehingga para ulama sepakat bahwa Hadis yang diriwayatkan oleh kedua imam itu benar-benar berasal dari perkataan Nabi. Adalah Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim, dua orang ulama ahli hadits yang pertama kali menyusun kitab hadits yang hanya berisikan hadits-hadits shahih sesuai dengan syaratnya. Metode yang ditempuh dalam penyusunan kitab tersebut adalah dengan memilih periwayat-periwayat yang harus memenuhi persyaratan hadits shahih yaitu sanadnya bersambung sampai Rasulullah, dinukil dari periwayat yang takwa, kuat hafalannya, tidak mudah lupa, tidak ganjil menyelisihi hadits shahih yang lebih kuat dan tidak cacat. Adapun Al-Imam Al-Bukhari dalam penyusunan kitabnya menentukan persyaratan lagi yang lebih ketat. Diantaranya periwayat-periwayat rawi haruslah sejaman dan mendengar langsung dari rawi yang diambil hadits darinya. Kelebihan kitab Shahih Al-Bukhari adalah terdapat pengambilan hukum fiqih, perawinya lebih terpercaya dan memuat beberapa hikmah dimana unsur-unsur ini tidak ada pada Shahih Muslim. Jadi secara umum kitab Shahih Al-Bukhari lebih shahih dibanding kitab Shahih Muslim. Namun ada beberapa sanad dalam Shahih Muslim yang lebih kuat daripada sanad Shahih Al-Bukhari. Kiranya cukuplah kesepakatan umat ulama sesudah mereka akan keshahihan kedua kitab tersebut dan menilai keduanya kitab yang paling shahih setelah Al-Qur’an sebagai keistimewaan tersendiri. Kecuali golongan Syi’ahyang tidak mengakui keberadaan keduanya. Meskipun demikian Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim tidaklah memuat semua hadits shahih sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Imam Al-Bukhari. Beliau hanya memasukkan sekian ribu hadits karena khawatir kitabnya terlalu “besar” sehingga membosankan pembaca. Demikian juga Al-Imam Muslim, beliau menegaskan bahwa beliau hanya menyusun hadits-hadits yang disepakati keshahihannya. Masih banyak hadits shahih yang tidak masuk ke dalam kedua kitab tersebut. Al-Imam Al-Bukhari mengatakan hadits-hadits shahih yang beliau tinggalkan lebih banyak karena beliau menghafal hadits shahih dan hadits lemah. Sementara kitab Shahih Al-Bukhari sendiri memuat 4000 hadits shahih tanpa pengulangan dan 7275 hadits shahih dengan pengulangan. Sedangkan kitab Shahih Muslim memuat 4000 hadits shahih tanpa pengulangan dan hadits shahih dengan pengulangan. Lalu dimanakah kita bisa melacak hadits-hadits shahih lainnya yang lolos dari saringan Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim? Kita dapat melacaknya di kitab-kitab hadits yang terkenal seperti Shahih Ibnu Khuzaimah, Shahih Ibnu Hibban, Kitab-kitab sunan yang empat, Mustadrak Al-Hakim, Sunan Al-Baihaqi, Sunan Ad-Daruquthni, dan lainnya. Meskipun demikian, para ulama setelah mereka terus meneliti akan keshahihan kitab-kitab ini terutama kitam Mustadrak Al-Hakim dan Sunan At-Tirmidzi yang -menurut para Ulama- penulisnya kurang ketat dalam menilai hadits gampang menilai shahih sebuah hadits. Wallahu a’lam. [] Sumber Quran dan Sunnah
Haditsini diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari tiga jalur; dari az-Zuhri, Hisyam bin Urwah, dan 'Arak bin Malik. Hadits jalur az-Zuhri yang diriwayatkan oleh al-Bukari, terdapat dalam kitab Shahih-nya pada Kitab al-Hajj, bab firman Allah Ta'ala, 'Ja'alal ka'bata al-bait..' hadits no. 1592. Baca Juga: Sejarah Puasa Asyura

UKHUWAH ISLAMIYAHOleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas حفظه اللهعَنْ أَبِيْ حَمْزَةَ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ خَادِمِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم قَالَ لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ ِلأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ [مِنَ الْخَيْرِ] رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ Abu Hamzah, Anas bin Mâlik Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda “Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian hingga ia mencintai untuk saudaranya segala apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri berupa kebaikan”. [HR al-Bukhâri dan Muslim].TAKHRIJ HADITS Hadits ini shahîh, diriwayatkan oleh Al-Bukhâri no. 13, Muslim no. 45, Ahmad III/176, 206, 251, 272, 289, Abu Awanah I/33, At-Tirmidzi no. 2515, Ibnu Majah no. 66, An-Nasa`i VIII/115, Darimi II/307, Abu Ya’la no. 2880, 3171, 3069, 3245, Ibnu Hibban no. 234, 235.Hadits di atas dikeluarkan oleh al-Bukhâri dan Muslim dalam kitab Shahîh keduanya, dari hadits Qatadah, dari Anas; sedangkan lafazh milik Muslim berbunyiحَتَّى يُحِبَّ ِلأَخِيْهِ ، أَوْ قَالَ لِجَارِهِ.“Hingga ia mencintai untuk saudaranya; atau beliau bersabda Untuk tetangganya ”Dan Ahmad, Ibnu Hibban, dan Abu Ya’la mengeluarkan pula hadits yang semakna dengan lafazhلاَ يَبْلُغُ عَبْدٌ حَقِيْقَةَ اْلإِيْمَانِ حَتَّى يُحِبَّ لِلنَّاسِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ مِنَ الْخَيْرِ.“Seorang hamba tidak dapat mencapai hakikat iman, hingga ia mencintai kebaikan untuk manusia seperti yang ia cintai untuk dirinya.”SYARAH HADITS Syaikh al-Albâni rahimahulllah berkata, “Ketahuilah bahwa tambahan ini مِنَ الْخَيْرِ berupa kebaikan, adalah tambahan yang sangat penting yang dapat menentukan makna yang dimaksud dalam hadits ini, karena kata “kebaikan” adalah satu kata yang mencakup berbagai amal ketaatan dan perbuatan mubah, baik dalam masalah dunia maupun akhirat -selain yang dilarang karena kata “kebaikan” tidak mencakupnya- sebagaimana sudah jelas. Salah satu kesempurnaan akhlak seorang muslim, ialah ia mencintai kebaikan untuk saudaranya sesama muslim, seperti yang ia cintai untuk dirinya sendiri. Demikian pula ia membenci kejelekan untuk saudaranya, seperti kebenciannya untuk dirinya sendiri. Meskipun hal ini tidak disebutkan dalam hadits, namun ini termasuk dalam kandungannya karena mencintai sesuatu mengharuskan membenci sesuatu yang menjadi lawannya”[1]Al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah mengatakan[2] “Riwayat Imam Ahmad rahimahullah di atas menjelaskan hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhâri dan Muslim, dan bahwa yang dimaksud dengan tidak beriman ialah tidak mencapai hakikat dan puncak iman karena iman seringkali dianggap tidak ada karena ketiadaan rukun-rukun dan kewajiban-kewajibannya, seperti sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa يِزْنِي الزَّانِي حِيْنَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ ، وَلاَ يَسْرِقُ السَّارِقُ حِيْنَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ ، وَلاَ يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِيْنَ يَشْرَبُهَا وَهُوَ مُؤْمَنٌ.“Pezina tidak berzina ketika ia berzina sedang ia dalam keadaan mukmin; pencuri tidak mencuri ketika ia mencuri sedang ia dalam keadaan mukmin; dan orang tidak minum minuman keras ketika ia meminumnya sedang ia dalam keadaan beriman”[3]Juga seperti sabda beliau Shallallahu alaihi wa sallamلاَ يُؤْمِنُ مَنْ لاَ يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ.“Tidak beriman orang yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguan-gangguannya”[4]Imam an-Nawawi rahimahullah berkata,“Para ulama mengatakan bahwa maknanya ialah tidak beriman dengan iman yang sempurna, karena pokok iman itu ada pada orang yang tidak memiliki sifat ini”[5]Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullah berkata, “Yang dimaksud ialah dinafikannya kesempurnaan iman. Penafian nama sesuatu dengan makna menafikan kesempurnaannya telah masyhur dalam dialek bangsa Arab, seperti perkataan mereka, Si fulan itu bukan manusia’.”[6] Maksudnya, dinafikan salah satu Amr bin Shalah rahimahullah mengatakan, “Maknanya, tidak sempurna iman seseorang hingga ia mencintai untuk saudara semuslim seperti ia mencintai untuk dirinya sendiri”[7]Para ulama berbeda pendapat tentang pelaku dosa besar; apakah dia dinamakan mukmin yang kurang imannya atau tidak dikatakan mukmin? Sesungguhnya yang benar dikatakan dia muslim dan bukan mukmin menurut salah satu dari dua pendapat, dan kedua pendapat tersebut diriwayatkan dari Imam Ahmad, atau ia mukmin dengan imannya dan fasik dengan dosa orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil, iman tidak hilang dari dirinya secara total, namun ia orang mukmin yang kurang beriman dan imannya berkurang sesuai dengan kadar dosa kecil yang ia pendapat yang mengatakan bahwa pelaku dosa besar dinamakan seorang mukmin yang kurang imannya diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu anhu, dan merupakan pendapat Ibnul-Mubarak, Ishaq, Ibnu Ubaid, dan selain hadits di atas ialah di antara sifat iman yang wajib, adalah seseorang mencintai untuk saudaranya yang mukmin apa yang ia cintai untuk dirinya dan membenci untuknya apa yang ia benci untuk dirinya sendiri. Jika sifat tersebut hilang darinya, maka imannya berkurang[8]Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabdaمَنْ أَحَبَّ لِلَّهِ وَأَبْغَضَ لِلَّهِ وَأَعْطَى لِلَّهِ وَمَنَعَ لِلَّهِ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ اْلإِيْمَانُ.“Barangsiapa mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah, dan menahan tidak memberi karena Allah, maka sungguh, telah sempurna imannya”[9]Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabdaمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُزَحْزَحَ عَنِ النَّارِ وَيُدْخَلَ الْجَنَّةَ فَلْتَأْتِهِ مَنِيَّتُهُ وَهُوَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ، وَلْيَأْتِ إِلَى النَّاسِ الَّذِيْ يُحِبُّ أَنْ يُؤْتَى إِلَيْهِ.“Barang siapa ingin dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka hendaklah ia mati dalam keadaan beriman kepada Allah dan hari Akhir, dan hendaklah ia menunaikan dan berbuat kebaikan kepada orang lain apa yang ia senang bila orang lain berbuat baik kepadanya”[10]Dalam Shahîh Muslim juga disebutkan dari hadits Abu Dzarr Radhiyallahu anhu ia berkata Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda kepadakuيَا أَبَا ذَرٍّ! إِنِّي أَرَاكَ ضَعِيْفًا، وَإِنِّي أُحِبُّ لَكَ مَا أُحِبُّ لِنَفْسِيْ، لاَ تَتَأَمَّرَنَّ عَلَى اثْنَيْنِ، وَلاَ تَوَلَّيَنَّ مَالَ يَتِيْمٍ.“Wahai, Abu Dzarr! Sungguh, aku melihat engkau sebagai orang yang lemah dan aku mencintai untuk dirimu apa yang aku cintai untuk diriku. Janganlah engkau memimpin dua orang, dan jangan pula memegang harta anak yatim”[11]Dari an-Nu’man bin Basyir dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabdaمَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ، مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى.“Perumpamaan kaum mukminin dalam cinta-mencintai, sayang-menyayangi dan bahu-membahu, seperti satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuhnya sakit, maka seluruh anggota tubuhnya yang lain ikut merasakan sakit juga, dengan tidak bisa tidur dan demam”[12]Ini menunjukkan, bahwa orang mukmin terganggu dengan apa saja yang mengganggu saudaranya yang mukmin dan sedih oleh apa saja yang membuat saudaranya hadits Anas Radhiyallahu anhu yang sedang kita bicarakan ini menunjukkan, bahwa orang mukmin dibuat gembira oleh sesuatu yang membuat gembira saudaranya yang mukmin dan menginginkan kebaikan untuk saudaranya yang mukmin seperti yang ia inginkan untuk dirinya sendiri. Ini semua terjadi karena seorang mukmin hatinya harus bersih dari dengki, penipuan, dan hasad. Hasad membuat pelakunya tidak mau diungguli siapa pun dalam kebaikan atau diimbangi di dalamnya, karena orang yang hasad senang lebih unggul atas seluruh kelebihannya dan ia sendiri yang memilikinya tanpa siapa pun dari iman menghendaki kebalikannya yaitu agar ia diikuti seluruh kaum mukminin dalam kebaikan yang diberikan Allah kepadanya tanpa mengurangi sedikit pun kebaikannya.[13]Dalam Al-Qur`ân Allah Ta’ala memuji orang-orang yang tidak ingin sombong dan tidak membuat kerusakan di bumi. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirmanتِلْكَ الدَّارُ الْآخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِينَ لَا يُرِيدُونَ عُلُوًّا فِي الْأَرْضِ وَلَا فَسَادًا ۚ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ“Negeri akhirat itu Kami jadikan bagi orang-orang yang tidak menyombongkan diri dan tidak membuat kerusakan di bumi. Dan kesudahan yang baik itu bagi orang-orang yang bertakwa”.[Al-Qashshash/2883].Mengenai ayat ini, Ikrimah dan selainnya dari para ahli tafsir mengatakan “Maksud dari kata al-uluwwu fil ardhi, ialah sombong, mencari kehormatan, dan kedudukan pada pemiliknya. Sedangkan maksud al-fasâd, ialah mengerjakan berbagai kemaksiatan”[14]Ada dalil yang menunjukkan bahwa orang yang tidak ingin disaingi orang lain dalam ketampanan itu tidak Ahmad dan al-Hakim dalam Shahîh-nya dari hadits Ibnu Mas’ud, ia berkata “Aku datang kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan ketika itu Malik bin Mirarah ar-Rahawi berada di tempat beliau. Aku dapati Malik bin Murarah ar-Rahawi berkata, Wahai Rasulullah! Aku telah diberi ketampanan seperti yang telah engkau lihat; oleh karena itu, aku tidak ingin salah seorang manusia mengungguliku dengan tali sandal dan selebihnya, apakah itu termasuk kezhaliman?’ Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Tidak. Itu tidak termasuk kezhaliman, namun kezhaliman ialah orang yang sombong.’ Atau beliau bersabda, Namun kezhaliman ialah orang yang menolak kebenaran dan menghina manusia”[15]Imam Abu Dawud rahimahullah[16] meriwayatkan hadits semakna dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. Di haditsnya disebutkan kata al-kibru sombong sebagai ganti dari kata al-baghyu kezhaliman. Pada hadits di atas Nabi Shallallahu alaihi wa sallam tidak mengatakan ketidaksukaan Malik bin Murarah untuk disaingi siapa pun dalam ketampanan sebagai bentuk kezhaliman atau kesombongan. Beliau juga menafsirkan kesombongan dan kezhaliman dengan arti merendahkan kebenaran, yang tidak lain adalah sombong terhadapnya dan menolak menerima kebenaran karena sombong jika kebenaran tersebut bertentangan dengan hawa sinilah salah seorang ulama Salaf mengatakan “Tawadhu`, ialah engkau menerima kebenaran dari siapa pun yang membawanya kendati yang membawanya adalah anak kecil. Barang siapa menerima kebenaran dari siapa pun yang membawanya anak kecil, atau orang dewasa, orang yang dicintainya, atau orang yang dibencinya, maka ia orang yang tawadhu`. Dan barang siapa menolak menerima kebenaran karena sombong terhadapnya, maka ia orang yang sombong”.Sedangkan menghina manusia dan merendahkan mereka bisa terjadi dengan cara seseorang melihat pribadinya sebagai orang yang sempurna dan melihat orang lain sebagai orang yang tidak seorang mukmin harus mencintai untuk kaum mukminin apa yang ia cintai untuk dirinya dan tidak menyukai untuk mereka apa yang tidak ia sukai untuk dirinya. Jika ia melihat kekurangan dalam hal agama pada saudaranya, ia berusaha untuk seorang yang shâlih dari ulama Salaf berkata “Orang-orang yang mencintai Allah melihat dengan cahaya Allah, merasa kasihan dengan orang yang bermaksiat kepada Allah, membenci perbuatan-perbuatan mereka, merasa kasihan kepada mereka dengan cara menasihati mereka untuk melepaskan mereka dari perbuatannya, dan menyayangkan badan mereka sendiri jika sampai terkena neraka”[17]Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabdaلاَ حَسَدَ إِلاَّ فِي اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللهُ مَالاً فَهُوَ يُنْفِقُهُ آنَاءَ اللَّيْلِ وَآنَاءَ النَّهَارِ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللهُ الْقُرْآنَ فَهُوَ يَقْرَؤُهُ آنَاءَ اللَّيْلِ وَآنَاءَ النَّهَارِ.“Tidak boleh hasad kecuali kepada dua orang orang yang diberi harta oleh Allah kemudian ia menginfakkannya di pertengahan malam dan pertengahan siang dan orang yang diberikan Al-Qur`ân oleh Allah kemudian ia membacanya di pertengahan malam dan pertengahan siang”[18]Dan beliau bersabda mengenai orang yang melihat orang lain menginfakkan hartanya dalam ketaatan kepada Allah, kemudian ia berkataلَوْ أَنَّ لِيْ مَالاً لَعَمِلْتُ بِعَمَلِ فُلاَنٍ . فَهُوَ بِنِيَّتِهِ فَأَجْرُهُمَا سَوَاءٌ .“Seandainya aku memiliki harta, aku pasti mengerjakan seperti apa yang dikerjakan si fulan. Ia dengan niatnya itu, maka pahala keduanya sama”[19]Adapun dalam hal kelebihan dunia, maka tidak boleh mengharapkan kelebihan seperti itu karena Allah Ta’ala berfirman, yang artinya Maka keluarlah dia Qarun kepada kaumnya dengan kemegahannya. Orang-orang yang menginginkan kehidupan dunia berkata “Mudah-mudahan kita memiliki harta kekayaan seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun, sesungguhnya dia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar”. Tetapi orang-orang yang dianugerahi ilmu berkata “Celakalah kamu! Ketahuilah, pahala Allah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, dan pahala yang besar itu hanya diperoleh oleh orang-orang yang sabar”. [Al-Qashshash/2879-80].Tentang firman Allah Subhanahu wa Ta’ تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ“Dan janganlah kalian iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain…. -an-Nisâ`/4 ayat 32- yang dimaksud ayat di atas adalah hasad, yaitu seseorang menginginkan keluarga atau harta seperti yang diberikan kepada saudaranya, dan berharap semua itu berpindah tangan kepadanya. Ayat di atas juga ditafsirkan dengan keinginan yang dilarang syari’at dan melawan takdir, misalnya seorang wanita ingin menjadi laki-laki, atau kaum wanita menginginkan kelebihan-kelebihan agama seperti yang diberikan kepada kaum laki-laki misalnya jihad, atau kaum wanita menginginkan kelebihan-kelebihan duniawi seperti yang dimiliki kaum laki-laki seperti warisan, akal, kesaksian, dan lain sebagainya. Ada juga yang menyatakan bahwa ayat di atas merangkum itu demikian, seorang mukmin harus bersedih karena tidak memiliki kelebihan-kelebihan agama. Oleh karena itu, dalam agama, seorang muslim diperintahkan melihat kepada orang yang berada di atasnya dan berlomba-lomba di dalamnya dengan mengerahkan segenap tenaga dan kemampuannya, seperti difirmankan Allah Subhanahu wa Ta’alaوَفِي ذَٰلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ“…Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba”. [Al-Muthaffifîn/8326].Seorang muslim tidak boleh benci diikuti orang lain dalam masalah agama. Justru, ia menyukai seluruh manusia terlibat dalam persaingan dalam kelebihan-kelebihan agama dan menganjurkannya. Dan ingat, semua ini harus dilakukan semata-mata karena Allah Ta’ mengisyaratkan bahwa pemberian nasihat kepada manusia ialah hendaklah seorang mukmin suka kalau manusia berada di atas kedudukannya. Ini kedudukan dan derajat tertinggi dalam nasihat, namun tidak diwajibkan. Namun yang diperintahkan dalam syari’at ialah hendaklah seorang mukmin suka kalau manusia seperti dirinya dalam berbuat kebajikan. Kendati demikian, jika ada orang yang mengungguli dirinya dalam kelebihan agama, ia berusaha keras mengejarnya, sedih atas kelalaian dirinya, dan gundah atas ketertinggalannya dari menyusul orang-orang yang lebih dahulu dalam mukmin harus terus melihat dirinya lalai dari kedudukan tinggi karena sikap seperti itu membuahkan dua hal yang berharga 1 berusaha keras dalam mencari keutamaan-keutamaan dan meningkatkannya, dan 2 ia melihat dirinya sebagai orang yang kurang sempurna.[20]Jika seseorang mengetahui bahwa Allah memberikan kelebihan khusus kepada dirinya dan kelebihan itu tidak diberikan Allah kepada orang lain kemudian ia menceritakannya kepada orang lain untuk kemaslahatan agama, ia menceritakannya dalam konteks menceritakan nikmat, dan melihat dirinya lalai dalam bersyukur, maka hal ini Abbas Radhiyallahu anhuma berkata, “Aku membaca salah satu ayat Al-Qur`ân kemudian aku ingin seluruh manusia mengetahuinya seperti yang aku ketahui.”[21]FAWA`ID HADITS 1. Diperbolehkan menafikan sesuatu karena tidak adanya kesempurnaan padanya, seperti sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam لاَ صَلاَةَ بِحَضْرَةِ الطَّعَامِ. “Tidak ada shalat ketika makanan telah disajikan”[22] Maksudnya, shalatnya tidak sempurna, karena hati orang yang shalat tersebut akan menjadi sibuk oleh makanan yang telah tersaji itu, dan contoh-contoh seperti ini sangat banyak. 2. Seseorang wajib mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri. Sebab, dinafikannya iman dari orang yang tidak mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri menunjukkan wajibnya perbuatan tersebut, karena keimanan tidak boleh dinafikan kecuali karena hilangnya sesuatu yang wajib padanya atau adanya sesuatu yang menafikan keimanan tersebut. 3. Termasuk keimanan pula membenci untuk saudaranya apa yang dibenci untuk dirinya sendiri. 4. Di dalam hadits ini terdapat celaan terhadap sikap egois, membenci orang lain, hasad dan balas dendam, karena orang yang di dalam hatinya terdapat semua sifat ini berarti tidak mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri, bahkan ia berharap nikmat yang Allah berikan pada saudaranya yang beriman itu hilang darinya. Nas-alullâhas-salâmah wal-âfiyah. 5. Setipa mukmin dan mukminah wajib menjauhi sifat hasad dengki, iri dan sifat buruk lainnya karena dapat mengurangi imannya. 6. Hadits ini menunjukkan bahwa iman itu bisa bertambah dan berkurang; bertambah dengan melakukan ketaatan dan berkurang dengan sebab melakukan maksiat. 7. Mengamalkan kandungan hadits ini menjadikan menyebarnya rasa cinta diantara pribadi-pribadi dalam satu masyarakat Islami dan akan saling tolong-menolong dan bahu-membahu sehingga bagaikan satu tubuh. 8. Mencintai kebaikan untuk seorang muslim merupakan salah satu cabang keimanan. 9. Berlomba-lomba dalam kebajikan merupakan kesempurnaan iman. 10. Anjuran untuk mempersatukan hati manusia dan memperkuat hubungan antara kaum mukminin. 11. Islam bertujuan menciptakan masyarakat yang harmonis dan penuh kasih sayang. 12. Umat Islam hendaknya menjadi laksana satu bangunan dan satu tubuh. Ini diambil dari bentuk keimanan yang sempurna yaitu mencintai untuk saudaranya apa yang dicintai untuk dirinya sendiri. Wallâhu a’ dan fî Syarhil Arba’în an-Nawawiyyah, karya Dr. Musthafa al-Bugha dan Muhyidin Ulum wal Hikam, karya Ibnu Rajab al-Hanbali. Tahqîq Syu’aib al-Arnauth dan Ibrahim Abi Abu Ya’ wa Fawâ`id minal-Arba’în an-Nawawiyyah, karya Nazhim Muhammad Ibni Hibban dengan at-Ta’liqâtul-Hisân ala Shahîh Ibni al-Ahâdîts Arba’în an-Nawawiyyah, karya Syaikh Muhammad bin Shâlih al- Ibni Jarir kitab-kitab lainnya.[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun XII/1429H/2008M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079] _______ Footnote [1] Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah I/1/155-156. [2] Lihat Jâmi’ul Ulûm wal-Hikam I/302. [3] Shahîh. HR al-Bukhâri no. 2475, Muslim no. Muslim no. 57, Ahmad II/376, dan Ibnu Hibban no. 186-At-Ta’lîqâtul-Hisân, dari Sahabat Abu Hurairah. [4] Shahîh. HR. Al-Bukhâri no. 6016, Muslim no. 46, dan Ahmad II/288 dari Sahabat Abu Hurairah. [5] Syarah Shahîh Muslim II/16. [6] Fat-hul Bâri I/57. [7] Syarah Shahîh Muslim II/17. [8] Lihat Jâmi’ul Ulûm wal-Hikâm I/303. [9] Hasan. HR Abu Dawud no. 4681 dan al-Baghawi dalam Syarhus-Sunnah no. 3469 dari Abu Umamah al-Bahili Radhiyallahu anhu . Hadits ini dihasankan oleh Syaikh al-Albâni dalam Silsilah al-Ahâdîts ash- Shahîhah no. 380, dan hadits ini memiliki beberapa syawahid. [10] Shahîh. HR Muslim no. 1844, Ahmad II/161, Abu Dawud no. 4248, an-Nasâ`i VII/153, dan Ibnu Majah no. 3956 dari Sahahabat Abdullah bin Amr bin al-Ash Radhiyallahu anhuma [11] Shahîh. HR Muslim no. 1826, Abu Dawud no. 2868, an-Nasâ`i VI/255, dan Ibnu Hibban no. 5538-at-Ta’lîqâtul-Hisân. [12] Shahîh. HR al-Bukhâri no. 6011, Muslim no. 2586 dan Ahmad IV/270, dari Sahabat an-Nu’man bin Basyir Radhiyallahu anhu , lafazh ini milik Muslim [13] Jâmi’ul Ulûm wal-Hikam I/306. [14] Lihat Tafsîr ath-Thabari X/114-115. [15] Shahîh. HR Ahmad I/385 dan al-Hakim IV/182. [16] Sunan Abi Dawud no. 4092 dengan sanad yang shahîh. [17] Jâmi’ul Ulûm wal-Hikam I/308. [18] Shahîh. HR Ahmad I/385, 432, al-Bukhâri no. 73, Muslim no. 816, Ibnu Majah no. 4208, dan Ibnu Hibban no. 90-at-Ta’lîqâtul-Hisân dari Sahabat Ibnu Mas’ud. [19] Shahîh. Diriwayatkan oleh Ahmad IV/230-231, at-Tirmidzi no. 2325, Ibnu Majah no. 4228, al-Baihaqi IV/ 189, al-Baghawi dalam Syarhus-Sunnah XIV/289, dan ath-Thabrani dalam Mu’jamul- Kabir XXII/ 345-346, no. 868-870, dari Sahabat Abu Kabsyah al-Anmari Radhiyallahu anhu [20] Lihat Jâmi’ul Ulûm wal-Hikam I/308-309. [21] Jâmi’ul Ulûm wal Hikam I/310. [22] Shahîh. HR Muslim no. 560

Sedangkanyang menyebutkan 6 hak, hanya terdapat di Shahih Muslim saja. Hadis ini juga diriwayatkan oleh beberapa imam penyusun kitab hadis seperti Imam Ahmad dan Imam Baihaqi. Tapi kita cukupkan dengan Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Hadis pertama yang terdapat dalam Kitab Al Jaami' di Bulughul Maram, menyebutkan 6 hak muslim terhadap Daftar Isi Hadits Innamal A'malu Binniyat Artinya Hadits Innamal A'malu Binniyat 1. Berniat Baik dan Melakukannya 3. Berniat Baik tetapi Tidak Jadi Melakukannya 3. Berniat Baik tetapi Tidak Mampu Melakukannya Sebagian besar umat muslim pasti pernah mendengar kalimat innamal a'malu binniyat. Kalimat ini menjadi salah satu kalimat populer di kalangan umat muslim karena sering dikutip oleh penceramah ketika menyampaikan a'malu binniyat adalah kalimat yang merupakan potongan hadits yang menjelaskan tentang pentingnya sebuah niat dalam melakukan ibadah, pekerjaan, dan kegiatan lainnya. Dengan niat baik dan dikerjakan dengan cara yang baik, maka Insya Allah akan mendatangkan innamal a'malu binniyat dalam bahasa Arab إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِKalimat innamal a'malu binniyat artinya adalah "sesungguhnya segala perbuatan itu tergantung pada niatnya". Kalimat ini berasal dari penggalan Hadist Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari dan a'malu binniyat bermakna bahwa setiap kegiatan yang kita lakukan harus melakukan segala sesuatu karena Allah SWT, bukan karena hal lainnya. Ketika kita memiliki niat baik dan dilakukan untuk mencari ridho Allah, maka InsyaAllah akan menghasilkan sesuatu yang hadits ini dilatarbelakangi oleh peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekkah menuju Madinah. Dalam peristiwa ini, terdapat seorang laki-laki yang ikut hijrah bersama Rasulullah tetapi niatnya bukan karena Allah dan Rasul-Nya melainkan karena seorang KBBI, niat adalah maksud atau tujuan dari suatu perbuatan. Sejatinya, niat merupakan urusan hamba dengan Allah SWT karena tidak ada seorang pun yang mengetahui niat dari orang juga merupakan tolok ukur suatu amalan, diterima atau tidaknya suatu amalan tergantung pada niatnya. Niat berhubungan dengan hati seseorang dan sifatnya sangat penting, seseorang bisa mendapat pahala karena niat dan seseorang juga bisa mendapat dosa karena jika kamu sedang menolong orang lain yang sedang kesulitan maka tolonglah orang tersebut dengan niat tulus membantunya untuk keluar dari kesulitan. Bukan menolong karena pamrih dan ingin mendapatkan pujian dari orang lain yang Innamal A'malu BinniyatKalimat Innamal a'malu binniyat merupakan penggalan dari suatu hadits. Untuk lebih jelasnya berikut adalah isi hadits secara utuhٍعَنْ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِDari Umar radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya karena dunia atau karena wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya itu sesuai ke mana ia hijrah," HR. Bukhari, Muslim, dan empat imam Ahli Hadits.Hadits tersebut menjelaskan bahwa niat itu sangat penting. Sesungguhnya, Allah SWT mengetahui segala niat yang ada pada hamba-Nya dan memperhitungkan niat niat dalam agama Islam sangat penting. Bahkan, niat itu lebih utama dari amalannya itu sendiri seperti dikatakan Nabi Muhammad SAW dalam suatu hadits yang diriwayatkan oleh Imam المُؤْمِنِ خَيْرٌ مِنْ عَمَلِهِArtinya "Niat seorang mukmin lebih utama daripada amalnya."Allamah Sayyid Abdullah bin Alawi AL-Haddad menjelaskan perkara tentang niat dalam kitabnya yang berjudul Risâlatul Mu'âwanah wal Mudzâharah wal Muwâzarah. Beliau menjelaskan bahwa niat baik terbagi menjadi tiga, yaitu1. Berniat Baik dan MelakukannyaOrang yang mempunyai niat baik dan melakukan amalan yang baik maka orang itu akan diberikan pahala yang berlipat-lipat. Hal ini berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW."Dan apabila seseorang berniat melakukan sesuatu kebaikan lalu mengamalkannya, Allah 'azza wa jalla akan mencatat pahalanya di sisi-Nya sebagai perbuatan 100 kebaikan sampai 700, bahkan berlipat-lipat ganda banyaknya." HR. Bukhari dan Muslim.3. Berniat Baik tetapi Tidak Jadi MelakukannyaSeseorang yang memiliki niat baik dan mampu melakukannya tetapi tidak jadi melakukannya, maka orang itu akan mendapatkan pahala satu kebaikan. Hal ini berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim."Maka apabila seseorang berniat melakukan sesuatu kebaikan lalu tidak jadi melaksanakannya, Allah akan mencatat pahalanya di sisi-Nya satu kebaikan sempurna."3. Berniat Baik tetapi Tidak Mampu MelakukannyaKetika seseorang memiliki niat yang baik namun tidak mampu melakukannya, maka orang tersebut akan mendapatkan pahala sebagaimana orang yang mampu. Hal ini sebagaimana penjelasan dari Allamah Sayyid Abdullah bin Alawi Al-Haddad."Bagi orang seperti itu disediakan pahala seperti yang disediakan bagi si pelaku baik dalam hal kebaikan ataupun kejahatan."Selain ketiga hal tersebut, ketika seseorang memiliki niat untuk melakukan sesuatu yang buruk tetapi tidak jadi melakukannya juga mendapatkan pahala dari Allah karena berhasil mengurungkan niatnya. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim yang artinya sebagai berikut"Dan bila seseorang berniat melakukan suatu kejahatan lalu ia tidak melaksanakan, Allah akan mencatat pahalanya di sisi-Nya sebagai satu kebaikan sempurna, dan bila ia berniat melakukan suatu kejahatan kemudian melaksanakannya pula, maka Allah akan mencatatnya di sisi-Nya sebagai satu kejahatan. "Sesuai dengan kalimat innamal a'malu binniyat , kita memang harus selalu berusaha untuk melibatkan Allah SWT dalam kegiatan apa pun yang kita jalani. Baik itu kegiatan ibadah, belajar, bekerja, makan, minum, dan kegiatan lainnya. Simak Video "Ada Terduga Teroris, Standar Masuk MUI Dipertanyakan" [GambasVideo 20detik] khq/fds Dansaya melengkapi hal-hal yang memerlukan penentuan bunyi kata atau penjelasan makna yang samara dengan peringatan-peringatan yang sangat berharga. Dan jika saya berkata: "muttafaq alaih" pada akhir hadis maka maknanya hadis itu diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim.
Ilustrasi 4 Hadist Riwayat Bukhari beserta Artinya sebagai Pedoman Umat Muslim Sumber Hadist Riwayat Bukhari beserta ArtinyaAd diinu yusrun." HR BukhariArtinya "Agama itu mudah."Innamal a’maalu bin niyyaat." HR BukhariArtinya "Setiap amal sesuai dengan niatnyaBallighuw anniy walau aayah." HR BukhariArtinya "Sampaikan dariku walau satu ayat."Ilustrasi 4 Hadits Riwayat Bukhari beserta Artinya sebagai Pedoman Umat Muslim Sumber kalimatut thayyibatu shadaqah." HR BukhariArtinya "Berkata yang baik adalah sedekah."Khairukum man ta’allamal Qur’aana wa allamahu." HR BukhariArtinya "Sebaik-baik orang di antara kamu adalah orang yang belajar Al Qur’an dan mengajarkannya."Anfiq yabna Aadama yunfaq alaik." HR BukhariArtinya "Berinfaqlah wahai anak Adam maka engkau akan dibalas."Man hamala alainas silaaha fa laisa minnaa." HR BukhariArtinya "Barangsiapa menakut-nakuti dengan senjata kepada kami maka bukan golongan kami."Ilustrasi 4 Hadits Riwayat Bukhari beserta Artinya sebagai Pedoman Umat Muslim Sumber qablal kalam." HR BukhariArtinya "Ucap salam sebelum bicara."Laa yuldaghul mu’min min juhrim marratain." HR BukhariArtinya "Orang beriman tidak akan tersengat dua kali di lubang yang sama."
Bacajuga: Hadits Pendek: 3 Amalan yang Paling Disukai Allah SWT. Hadits pendek ini diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Imam Muslim. Di dalam hadits lain disebutkan bahwa ciri orang munafik adalah

Rifan Aditya Senin, 21 Maret 2022 1614 WIB Ilustrasi ramadan, hadits tentang ramadhan Freepik Ada banyak hadits yang membahasan tentang bulan Ramadhan. Untuk selengkapnya, berikut ini kumpulan hadits tentang Ramadhan yang perlu diketahui. - Bulan Ramadhan merupakan bulan yang mulia dan banyaka keistimewaannya dibanding yang bulan-bulan lainnya. Ada banyak juga hadits yang membahasan tentang bulan Ramadhan. Untuk selengkapnya, berikut ini kumpulan hadits tentang Ramadhan yang perlu diketahui umat Muslim. Sejumlah hadis memaparkan mengenai keistimewaan Ramadan. Salah satunya dibukakannyaa pintu surga serta ditutupnya pintu neraka. Bulan Ramadhan juga jadi peluang menebus dosa dan perbanyak sedekah, dan masih banyak lagi yang lainnya. Beberapa hadits tentang Ramadhan tersebut banyak diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Muslim, Tirmidzi, hingga Bukhari. Ada hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad yang membicarakan bahwa Allah SWT mewajibkan kepada seluruh umat muslim untuk melakukan puasa Ramadhan karena bulan Ramadhan adalah bulan penuh berkah dan mulia. Bahkan, pintu-pintu surga pun dibuka untuk orang yang menjalankannya serta perbanyak ibadah. Nah, berikut ini kumpulan hadits tentang Ramadhan yang penting untuk diketahui umat Muslim yang dilansir dari berbagai sumber. Simak baik-baik! Baca Juga Konten Tes Kejujuran Penjaga Warung Viral, CEO Sambal Bakar Indonesia Richard Theodore Dirujak Netizen “Ketika Ramadhan masuk, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup dan setan dirantai.” HR. Al-Bukhari dan Muslim“Barang siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dan kemudian mengikutinya dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka seolah-olah dia berpuasa selamanya. ” HR. Muslim"Ada dua kebahagiaan bagi orang yang berpuasa pertama ketika dia berbuka, dan yang lainnya ketika dia bertemu Tuhannya, dan bau nafas orang yang berpuasa lebih baik di sisi Allah daripada aroma wanginya. kesturi." HR. Al-Bukhari "Barang siapa yang mendirikan shalat di bulan Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni." HR. BukhariIbnu Umar meriwayatkan bahwa Nabi bersabda "Janganlah kamu memulai puasa kecuali kamu melihat hilal, dan janganlah kamu mengakhiri puasa sampai kamu melihatnya. Jika cuaca mendung maka hitung kapan seharusnya muncul." HR. Bukhari dan Muslim.Zaid bin Khalid Juhni meriwayatkan bahwa Nabi bersabda "Barang siapa yang membatalkan siyam orang lain, maka dia mendapatkan pahala yang sama dengan orang yang menjalankan siyam tanpa mengurangi pahala orang lain itu." HR. Tirmidzi."Puasa adalah perisai yang dengannya seorang hamba melindungi dirinya dari api neraka." HR. Imam AhmadDemikian informasi mengenai kumpulan hadits tentang Ramadhan yang perlu diketahui umat muslim. Diketahui, bulan puasa Ramadhan bertepatan dengan tanggal 2 April 2022. Selamat berpuasa bagi yang menjalankan. Kontributor Ulil Azmi

Dalamsebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, Rasul bersabda "jika engkau mendatangi tempat tidur di malam hari, maka bacalah ayat kursi, maka Allah SWT akan senantiasa menjaga dirimu. Selain itu, setan tidak akan mendekati dirimu hingga pagi hari." (HR. Bukhari). 7. Dimudahkan Ketika Sakaratul Maut

BwQE.
  • 93d2hnqdjy.pages.dev/442
  • 93d2hnqdjy.pages.dev/290
  • 93d2hnqdjy.pages.dev/393
  • 93d2hnqdjy.pages.dev/7
  • 93d2hnqdjy.pages.dev/339
  • 93d2hnqdjy.pages.dev/496
  • 93d2hnqdjy.pages.dev/35
  • 93d2hnqdjy.pages.dev/179
  • hadits yang diriwayatkan oleh bukhari dan muslim